[Book Review] We Were Liars

29566134

Judul: We Were Liars
Penulis: E. Lockhart
Penerbit: Gramedia (terjemahan)
Terbit: 14 April 2016
Tebal: 296 hlm.
ISBN: 9786020306711
Genre: Romantic Suspense/ YA

Keluarga yang menawan dan disegani.
Pulau pribadi.
Gadis cerdas yang risau; pemuda politis yang penuh semangat.
Empat sahabat—Para Pembohong—dengan pertemanan yang kemudian menjadi destruktif.
Kecelakaan. Rahasia.
Kebohongan demi kebohongan.
Cinta sejati.
Kebenaran.

REVIEW:

Sebuah keluarga besar yang kaya raya tinggal di pulau pribadi, Pulau Beechwood. Ada empat rumah mewah di sana, dan yang paling mewah adalah Clairmont, tempat Keluarga Sinclair, kakek-nenek Cadence tinggal. Kemudian ada Windemere, tempat tinggal Cadence dan ibunya, Penny serta para anjing peliharaannya. Lalu, di Cuddledown ada Keluarga Sheffied yang berisi Mirren, adik kembarnya- Liberty &Bonnie, ibu Mirren, Bess, dan Taft. Kemudian ada Red Gate, rumah terakhir milik keluaga Dennis yang berada dekat dermaga keluarga. di Red Gate terdapat Carrie beserta dua anaknya, Will dan Ed serta Gat, anak dari pacar Carrie.

Source: Here

Pada bab pertama, Cadence, si tokoh utama mulai memperkenalkan tentang mereka. Bagaimana keseharian dan kehidupan mereka. Dan kata yang cocok untuk keluarga Sinclair adalah: Sempurna.

Cadence, Johnny, Mirren dan Gat . Keluarga memanggil mereka Para pembohong. Cadence, Johnny, dan Mirren merupakan sepupu, dan Gat, Gat mulai datang ke Beechwood pada saat mereka berumur delapan.

Cerita ini ditulis dari sudut pandang Cadence. Dan untuk itu, aku sangat mengagumi kemampuan penulis dalam menggambarkan Keluarga Sinclair yang sempurna, juga kehidupan Para Pembohong yang terlihat sangat mengasikkan.

Kemudian, setelah penulis selesai dengan ‘perkenalan’ kehidupan keluarga Sinclair, konflik pun berangsur-angsur terlihat.

Suatu malam, di akhir Juli pada musim panas kelima belas, Cadence mengalami kecelakan. Hanya saja, ia tidak dapat mengingat, kenapa ia bisa tenggelam di pantai. Penny, ibunya, menemukan Cadence yang sedang meringkuk di pasir dekat pantai. Karena kejadian itu pula, Cadence yang kuat menjadi lemah. Ia selalu sakit kepala dan migrain. Sejak saat itu juga, Penny memutuskan untuk tidak berkunjung ke Beechwood dan tinggal di Colorado bersama Cadence.

Keanehan-keanehan mulai muncul. Cadence seperti dilarang ‘berhubungan’ dengan Pulau Beechwood dan orang-orang di dalamnya. Cadence selalu mengirim surat kepada Para Pembohong lainnya tapi, ia tidak pernah mendapat balasan.

Lalu, pada musim panas ketujuh belas, Cadence dan Penny memutuskan untuk kembali berkunjung di Beechwood. Dan saat tiba disana, rumah Clairmont berubah. Para bibi bersikap aneh. Kemudian, Cadence berusaha untuk mengingat, kenapa ia bisa mengalami kecelakaan itu? Kenapa semua orang, kecuali Para Pembohong besifat aneh?


 

Unbelievable!

Aku jatuh cinta dengan gaya penulisan penulisan penulis, ah, tidak, mungkin aku lebih jatuh cinta pada cara penulis ‘menggambarkan’ dan ‘memberitahu’ pembaca tentang segala sesuatu.

Buku ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama dan kedua adalah bagian dimana penulis memberitahu pembaca tentang bagaimana kesempurnaan dan kehidupan keluarga Sinclair dan mengungkit tentang konflik yang akan dihadapi nanti. Pada bagian ketiga, penulis mulai menggambarkan tentang ‘usaha’ Cadence untuk mencari tahu penyebab ia kecelakaan dan ‘sikap aneh’ Para Bibi. Kemudian pada bagian keempat, alur mundur diperlihatkan. Penulis mulai memberitahu tentang apa yang terjadi di Pulau Beechwood dan kenapa Cadence bisa kecelakaan.

Dan yah, selain gaya penulisan yang luar biasa, penokohannya juga sangat bagus. Banyak sekali tokoh disini, tetapi, tokoh sampingan pun memiliki porsi yang cukup dan sangat berdampak terhadap cerita.

Plot/ Jalan ceritanya juga sangat bagus dengan Alur maju-mundur yang selalu berhasil membuat aku penasaran.
Dan, untuk kover buku ini, aku lebih menyukai kover versi Indonesianya dari pada versi aslinya. Kover dari versi Indonesia sangat menjanjikan. Maksudku, bukan hanya menjanjikan, tapi mencerminkan cerita yang ditawarkan (jika kalian membaca buku ini, kalian pasti akan mengerti maksudku!:D)

Jangan pernah terima jawaban tidak,” begitu dia selalu berkata pada kami. Dan, “Jangan pernah memilih duduk di barisan belakang. Para pemenang selalu duduk di barisan depan.

Ini adalah kali pertama aku membaca buku karya penulis ini, Emily Lockhart. Dengan cover yang indah serta judul yang terasa sangat ‘menjanjikan’, aku memutuskan untuk membeli buku ini yang berakhir pada: I’m soooo satisfied! Ide cerita yang bikin aku amazed!

Overall, aku sangat-sangat-sangat menyukai buku ini. Ending yang tidak terduga, tokoh yang mengasikkan dan polos, hubungan persahabatan, keluarga, dan percintaan yang sempurna dan.. cerita yang memikat. 🙂

[Book Review] Seperti Dendam, Rindu Harus dibayar Tuntas

28115778

Judul: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia
Terbit: Cetakan keempat, Mei 2016
Tebal: 250 hlm.
ISBN: 9786020324708

Di puncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur panjang. Di tengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha membangunkannya.

“Whatever he chooses to write will be well worth reading.”
—Jon Fasman, The New York Times

“Wrapped in a Chinese kung fu-styled novel and almost as brutal and dark as Chuck Palahniuk’s Fight Club, Eka has maintained his place on the frontlines of Indonesian writers.”
— Adisti Sukma Sawitri, The Jakarta Post

“Dalam Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Eka menulis dengan semangat bermain-main yang cerdik dan lihai.”
— Anton Kurnia, Jawa Pos

“Eka piawai menyisipkan makna yang tertebar di sana-sini.”
— Heri CS, Suara merdeka

“Seperti dua novel Eka sebelumnya, novel ini dipenuhi tokoh-tokoh dengan karakter yang ‘tidak waras’. Ketidakwarasan tokoh-tokohya, di luar motif hasrat seks yang menggerakkan mereka, juga menjadi cermin dari ketidakwarasan zamannya.”
— Aris Kurniawan, Koran Tempo

“Dialog dengan ‘kemaluan’ jadi ruang permenungan, melahirkan keyakinan-keyakinan tak biasa.”
— Widyanuari Eko Putra, Kompas

REVIEW:

Ajo Kawir dan Si Tokek menyaksikan hal yang nggak mereka sangka: Rona Merah, ‘perempuan gila yang memiliki tubuh bagus’ (kata si Tokek) diperkosa oleh dua orang polisi. Dan karena ‘kelalaian’ Ajo Kawir dalam menjaga keseimbangan tubuhnya, Ajo Kawir berakhir pada: kepergok nonton!

Maka, sejak saat itu, ‘burung’ Ajo Kawir tidak pernah bangun lagi, tidur sepanjang waktu. Hal tersebut membuat Ajo Kawir sangat depresi, ia telah mengusahakan cara apapun untuk membuat burungnya terbangun, tapi berakhir pada hal yang sama: gagal.

Maka, sebagai sahabat, si Tokek memberi pencerahan pada Ajo Kawir: biarin, lagian belum perlu dipakek (iya, saat itu si Tokek dan Ajo Kawir masih bocah)

Kemudian, saat Ajo Kawir beranjak remaja, ia jatuh cinta pada seorang gadis: Iteung.
Dari sana, Ajo Kawir kembali dihadapi oleh hal-hal yang ditakutinya. Ajo Kawir juga dihadapi dengan pilihan pelik dalam hidupnya. Keluar masuk penjara, masalah rumah tangganya, … kehidupan yang brutal dan keras..

“Jika aku mati,” kata Ajo Kawir, “Urusanku dengan gadis itu selesai. Aku akan melupakan Iteung, untuk selamanya. Dan aku pun tak harus menderita karena kemaluanku yang tak bisa berdiri.”

“Aku tak suka kamu mati.”

“Aku juga tidak. Maka aku tak akan mati.”

Ini adalah kali kedua aku membaca buku karya penulis ini, kali pertamanya adalah kumpulan cerpen Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta melalui Mimpi. Dan sampai saat ini, aku masih terkejut akan ‘gaya bahasa’ yang digunakan penulis. Terlalu ceplas-ceplos, terlalu vulgar. Tema yang diangkatpun tergolong aneh, nama tokoh yang aneh.

Jujur saja, penulis sangat ahli dalam membagi alur. Alur yang diangkat adalah Alur Campuran, maju-mundur. Yang membuat aku kagum adalah keahlian penulis dalam ‘memisahkan’ setiap kejadian dengan alur maju-mundur tanpa membuat pembaca bingung (satu-satunya hal yang membuat aku bingung adalah nama tokohnya! haha)

Disisi lain, Bab pembuka Kata pembuka dalam buku ini sangat menjanjikan bagi aku.
Bagaimana tidak? (kalau katanya begini:

“Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati,”

Sebenarnya, aku merasa ‘sedikit’ bersalah karena membaca buku ini, berhubung karena aku masih remaja dan soon-to-be-adult. Dan yah, sebagai ‘pembelaan diri’, aku membeli buku ini melalui online shop dan di bagian sinopsisnya nggak tertera kalau buku ini 21+ dan berhubung saat aku membaca Kumcer terdahulu, katanya nggak gini-gini amat.

Tapi, dibalik segala scene dan kata-kata yang vulgar, entah kenapa membaca buku ini membuat aku seperti: menemukan permata yang hilang. Tema yang nggak biasa, tokoh yang nggak biasa, alur yang ah-mazing (menurutku), dan tentu saja: judul buku yang ‘untungnya’ pada bab-bab akhir ada disebutkan keterkaitan secara langsungnya.

Tokoh dalam cerita ini juga tergolong banyak. Ada si Macan, Mono Ompong (yang muncul di bab-bab akhir, si Tokek, Paman Gembul, Jelita (orangnya nggak secantik namanya, kata Ajo Kawir), Wa Sami (yang jarang muncul), juga Iwan Angsa (yang aku sebut: Tega! ) juga tokoh-tokoh antagonis lainnya.

By the way, selain si Tokek, Iwan Angsa juga merupakan orang yang mengetahui perihal tentang ‘burung’ Ajo Kawir. Maka, seperti si Tokek, Iwan Angsa juga turut membantu Ajo Kawir untuk ‘membangunkan burungnya’. Hanya saja, Iwan Angsa membantu dengan cara yang agak ekstrim: membawa Ajo Kawir ke pelacuran! #spoilerdikit

“Aku tak mungkin mati karena perkelahian,” katanya lagi kepada si Tokek, dengan nada menyedihkan. “Tapi barangkali aku akan mati karena perasaan rindu yang menyesakkan ini.”

Overall, aku sangat menyukai ‘ide cerita’ dari buku ini, sangat menarik tapi aneh. Aku juga suka cara penyampain cerita oleh penulis (jika kata-kata erotis/vulgar dihilangkan/ tapi mungkin bakal aneh, bener?) Aku juga menyukai judul dari buku ini, beneran! bikin baper! Cover yang simpel tapi ‘memuat’ makna yang dalam….
Tokoh-tokoh sampingan yang kadang hanya ‘numpang nama’ tapi turut berperan dalam kelangsungan cerita. Si Macan, Jelita…
FIX! Cantik Itu Luka masuk ke TBR yang HARUS PUNYA!

 

[Winner Announcement] Apapun Selain Hujan

GagasMedia

Hai!! malu

Post ini sudah telat banget, bener nggak? Sangat melenceng dari ‘tanggal’ yang aku janjikan. Dan pertama-tama, aku mau minta maaf soal ketidak-konsisten-an aku 😀

kembali ke topik jadi, ada sekitar lebih dari 30 orang yang mengikuti giveaway ini. Dan ada beberapa orang yang masih tidak membaca rulesnya dan akhirnya: memberi jawaban disaat periode giveaway sudah tutup T_T (that’s why kolom komentar aku itu private)

Jadi, setelah aku pikir-pikir dan milah-milah (bener, susah banget cari pemenangnya, rata-rata jawabannya puitis banget) akhirnya:

Selamat Fian Aulia!!

Silahkan kirim data diri (Nama, No hp, alamat lengkap) ke vionasese138@gmail.com

Q: Kamu setuju nggak sih, dengan istilah, “Nggak papa kita gak bersama, yang penting kamu bahagia?”
Nggak setuju.

Alasannya?

A:
Cinta itu dilandasi rasa perjuangan dan pengorbanan. Mengapa perjuangan saya tulis terlebih dahulu? Bayangkan, kalau kita berkorban dulu lalu berjuang, lalu apa yang akan diperjuangkan? Sedangkan segalanya telah dikorbankan.

Nah, yang namanya Truly Love itu harus diperjuangkan. Seiringnya waktu, cinta itu akan terlihat, masih patut diperjuangkan atau tidak. Kalau sudah tidak patut, korbankan saja. Berarti bukan cinta sejati.

Jika belum apa-apa sudah berkorban begitu saja, berarti jelas-jelas bukan Truly Love.

Istilahnya begini, mendung tak berarti hujan. Cinta bukan berarti cinta sejati. Bukankah sudah digaris bawahi, ‘Cinta sejati akan selalu bersama’.

Nah, jangan membohongi perasaan sendiri, atau kasarnya terlalu munafik. Cinta bukan sekadar saling membalas hati. Tapi, juga saling memiliki dan menjaga.

Apa salahnya berjuang, kita akan mendapat sebuah pelajaran berharga dari yang namanya perjuangan.:)